Situs Megalitikum Gunung Padang
Gunung Padang adalah situs megalitikum berusia 7200 hingga 14000 tahun silam dan tertua di dunia. Uji sampelnya hingga ke Lab Beta Analytic, Florida, Amerika
Kenapa Bernama Gunung Padang?
Kata "padang" secara bahasa Sunda memiliki arti caang atau terang. Pengertian lain dari kata Padang, adalah: pa (memiliki arti tempat), da (yang berarti besar atau agung), dan hyang (moyang atau leluhur). Dan bila di rangkai dari ketiga suku kata "padang" tersebut memiliki makna "tempat agung para leluhur".
Dan faktanya jika Anda berkunjung pada malam hari dan cuaca cerah, permukaan atas Gunung Padang memang terlihat terang, sekalipun waktu sedang menunjukkan pukul satu malam.
Foto Gunung Padang saat pukul 1 malam
Para Ahli Arkeolog Yang Terlibat
Penelitian tentang Gunung Padang melibatkan berbagai ahli dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Para pakar baik dalam maupun luar negeri sudah melakukan penelitian. Berikut nama-nama para peneliti tersebut:
- Dr. Ali Akbar: Arkeolog profesional di Indonesia. Juga sebagai staf pengajar di Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI). Aktif di berbagai organisasi seperti: Indo Pacific Prehistory Association (IPPA) dan Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI).
- Danny Hilman Natawidjaja: Seorang seismolog dari LIPI yang terlibat dalam penelitian Gunung Padang dan mendukung hipotesis bahwa Gunung Padang adalah piramida tertua.
- Sutikno Bronto - Arkeolog Senior, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, meneliti bersama Billy S. Langi, alumnus Teknik Geologi Universitas Trisakti. Mengeluarkan hasil studi tahun 2015 tentang Gunung Padang.
- Ari Sukendar & Bintarti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Setelahnya oleh arkeolog Junus Satrio Atmodjo di tahun 1984.
- Tim Bencana Katastropik Purba dari Kantor StafSus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (2011-2012)
- Nicolaas J. Krom: Arkeolog, Epigrafis, Orientalis, peneliti sejarah asal Belanda yang melaporkan keberadaan Gunung Padang di tahun 1914 dan mendokumentasikanya pada Rapporten Oudheidkundige Dienst.
- Selain itu, ada juga peneliti lain seperti Tatang Mulyana Sinaga, Evy Rachmawati, dan Hibar Himawan yang terlibat dalam lanjutan penelitian Gunung Padang.
- Semir Sam Osmanagich, seorang arkeolog dari Bosnia Herzegovia, juga pernah menjadi pembicara dalam diskusi tentang Gunung Padang.
Penelitian Gunung Padang Masa Kerajaan Hingga Saat Ini
Penelitian Gunung Padang sudah berlangsung dari masa ke masa, mulai dari masa kerajaan Sunda-Galuh hingga masa pemerintahan di Indonesia saat ini. Berikut ini masa penelitian yang pernah dilakukan:
1. Penelitian Gunung Padang Masa Kerajaan Prabu Siliwangi (1482-1521):
Kerajaan Sunda Prabu Siliwangi, dengan gelar pemimpin Sri Baduga Maharaja, adalah tokoh penting dalam sejarah Kerajaan Sunda-Galuh. Dalam usaha memahami sejarah situs kuno di wilayah kekuasaannya, Prabu Siliwangi membentuk TIM khusus untuk melakukan penelitian terhadap punden berundak.
Penelitian Gunung Padang pada masa kerajaan Prabu Siliwangi diperkirakan berlangsung antara tahun 1482-1521 oleh tim yang dibentuk kala itu. Prabu Siliwangi menggandeng ahli sejarah Kerajaan Sunda yang bernama Ki Prana Makti. Saat itu kerajaan meyakini bahwa situs Gunung Pada telah ada sekitar 4.000 tahun yang lalu.
Hyang Pamujangan adalah nama Gunung Padang pada masa itu, memiliki arti tempat pemujaan kepada penguasa alam. Situs ini dianggap suci dan sakral, juga menjadi titik pertemuan para Raja Pasundan untuk melakukan berbagai macam penelitian.
Hyang Pamujangan diperkirakan hancur karena bencana alam seperti guncangan gempa bumi yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik. Untuk melestarikanya, Prabu Siliwangi meminta masyarakat untuk tinggal di sekitar lokasi Hyang Pamujangan.
2. Penelitian Gunung Padang Pada Zaman Kolonial Belanda (1890)
Penelitian selanjutnya dilakukan pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1890 oleh Rogier Verbeek dan De Corte. Penelitian kemudian dilanjutkan oleh N.J. Krom (Nicolaas Johannes Krom) pada tahun 1914.
Krom lahir di s-Hertogenbosch, pada 5 September 1883 dan meninggal di Leiden pada 8 Maret 1945. Ia adalah seorang arkeolog, orientalis, epigrafis, peneliti sejarah awal dan budaya tradisional Indonesia asal Belanda.
Dalam penelitiannya, N.J. Krom mengungkapkan bahwa di puncak sebuah gunung dekat Gunung Melati terdapat empat teras yang terbuat dari batu kasar dengan lantai serta dihiasi batu andesit dan dua batu runcing.
Pada masa itu, lokasi tersebut belum disebut sebagai Gunung Padang. Temuan ini kemudian didokumentasikan dalam Rapporten Oudheidkundige Dienst pada tahun 1914.
Rapporten Van Den Oudheidkundigen Dienst In Nederlandsch Indie 1914 Inventaris Der Hindoe Oudheden. apporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie 1914: Inventaris der Hindoe Oudheden adalah laporan yang disusun oleh N.J. Krom dan diterbitkan pada tahun 1915. Dokumen ini merupakan bagian dari laporan tahunan yang disediakan oleh Oudheidkundigen Dienst (Layanan Arkeologi) di Indonesia-Belanda, dan berfungsi sebagai inventarisasi sistematis dari peninggalan kuno Hindu yang ditemukan di berbagai lokasi di Indonesia.
Dalam laporan ini, Krom memberikan daftar dan deskripsi rinci mengenai situs-situs arkeologis Hindu, termasuk candi, prasasti, dan artefak lainnya yang ditemukan pada tahun 1914. Laporan ini mencakup analisis tentang lokasi, arsitektur, dan makna historis dari peninggalan-peninggalan tersebut, serta menyajikan informasi penting untuk studi arkeologi dan sejarah seni di wilayah Indonesia. Karya ini berfungsi sebagai referensi berharga bagi para peneliti dalam memahami warisan budaya Hindu yang ada di Indonesia pada awal abad ke-20.
3. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (1979-1984)
Pada tahun 1979, warga sekitar menemukan reruntuhan batu di area semak belukar disekitar Gunung Padang. Punden berundak yang tersusun dari balok-balok batu berukuran panjang tersebut diyakini peninggalan purbakala. Awalnya temuan itu dilaporkan ke Kepala Seksi Kebudayaan Kantor Departemen (Kandep) Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur.
Direktorat Sejarah dan Purbakala Depdikbud kemudian melakukan pemetaan kawasan. Setelah itu mulai berdatangan para peneliti untuk meneliti situs tersebut. Penelitian di Situs Gunung Padang sejak tahun 1979 dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang melakukan ekskavasi pada Teras 4 dan 5.
Teras 4 Gunung Padang malam hari
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional mengutus arkeolog Ari Sukendar dan Bintarti, disusul kemudian oleh arkeolog Junus Satrio Atmodjo pada tahun 1984.
Sayangnya, rencana besar pemugaran situs Gunung Padang pada 1987 terhenti. Pasalnya, saat itu berulang kali terjadi perubahan nomenklatur (sistem penamaan dalam disiplin ilmu) di kementerian kebudayaan.
4. Tim Bencana Katastropik Purba (2011-2012)
Mengutip dari ui.ac.id - Pada tahun 2011-2012, Tim Bencana Katastropik Purba yang dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana mendapatkan beberapa penemuan pada saat melakukan penelitian tentang bencana purba dan kaitannya dengan sejarah peradaban.
Penelitian tersebut menggunakan metode dan teknik, seperti Citra Satelit, Georadar, Geoelektrik, Pengeboran, dan Analisis Karbon. Didapat hasil berupa:
- Kedalaman 3 meter, didapatkan adanya lapisan pasir setebal kurang lebih 1 meter. Pasir tersebut merupakan kerakal sungai, yang diduga digunakan sebagai peredam guncangan gempa.
- Kedalaman 4 meter ditemukan batu-batuan andesit.
- Kedalaman 19 meter, tim menemukan andesit yang besar tapi penuh fractures sampai ± 25 m.
- Kedalaman 18 meter ditemukan banyak karbon.
Para ahli melakukan eskavasi dan menguji sampel karbon yang ditemukan, dengan alat Liquid Scintillation Counting (LSC) di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Hasilnya disebutkan bahwa pada uji sampel pertama yang diambil dari Teras 2 pada kedalaman 3.5 meter, berumur 5.500 tahun Sebelum Masehi (SM).
Pada sampel kedua yang diambil dari Teras 5 pada kedalaman 8 sampai 10 m, hasilnya 11.060 tahun SM. Kesimpulan yang didapat pada saat itu dengan adanya lapisan batuan dan tanah yang bukan merupakan endapan gunung api alami tetapi merupakan struktur bangunan.
5. Penelitian Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang (2012-2013)
Bertolak dari hasil penelitian tahun 2011-2012 sebelumnya, Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang melakukan penelitian lanjutan memfokuskan penelitian di luar Situs Gunung Padang.
Penelitian pertama kali dilakukan pada Mei-Juni 2012, yang kemudian dilanjutkan pada Januari-Maret 2013. Tim pada saat itu menemukan batu-batuan columnar joint. Columnar joint adalah batuan alami yang keluar dari perut bumi.
Secara alami, batuan itu berada pada posisi vertikal. Akan tetapi, batuan yang ditemukan di sana berada pada posisi horizontal, yang dengan demikian disimpulkan bahwa ada campur tangan manusia di dalamnya.
Peneliti-peneliti juga menguji kembali karbon yang ditemukan di kedalaman 8-10 meter dan kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter.
Pengujian dilakukan di Laboratorium Beta Analytic Miami di Florida, Amerika Serikat. Dari hasil tersebut didapatkan usia yang lebih tua, yaitu usia karbon pada sampel pertama 7600-7800 SM dan sampel kedua 14500-25000 SM.
Jauh lebih tua dibandingkan hasil pengujian di Laboratorium BATAN sebelumnya. Hasil tersebut jika dikonversikan didapatkan rata-rata usia bangunan yang ditemukan tersebut adalah 10.000 SM.
Riset Tim Terpadu Penelitian Mandiri menunjukkan luas bangunan di situs Gunung Padang yaitu sekitar 15 hektar. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Candi Borobudur, tinggi bangunannya diduga kurang lebih 3 kali lebih tinggi dari Candi Borobudur dengan luas 10 kali luas Candi Borobudur.
Dengan usia dan luas tersebut, dapat dikatakan bahwa bangunan tersebut adalah bangunan prasejarah terbesar di dunia. Padahal dalam catatan sejarah sampai saat ini, peradaban besar dunia baik di Mesopotamia, Mesir, Cina, maupun Yunani yang tertua berusia sekitar 4000 SM.
Tim juga menemukan bangunan tersebut mempunyai kemiripan dengan Piramida Peru. Menurut Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang, usia bangunan tersebut punya kemungkinan jauh lebih tua dari hasil penelitian. Tim menyimpulkan bahwa masyarakat purba telah mampu membuat bangunan dengan ukuran yang sangat besar.
Itu artinya, mereka telah mengenal pengetahuan dan teknologi pemilahan, penyusunan, dan penguatan bangunan. Selain itu, disimpulkan pula bahwa sudah ada pemimpin dan perencana ulung pada saat itu. Masyarakatnya juga dianggap telah mengenal manajemen kerja yang efektif, sudah adanya pasokan makanan dan minuman yang banyak, dan pengetahuan akan musim dan benda-benda langit dengan baik.
6. Penelitian Arkeolog Sutikno Bronto - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2015)
Mengutip dari cnnindonesia.com - Arkeolog Senior Sutikno Bronto dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Billy S. Langi, alumnus Teknik Geologi Universitas Trisakti. Mengungkap hasil studi mereka pada tahun 2015 lalu.
Dalam studinya, Bronto dan Langi tidak membahas sisi arkeologis dari Gunung Padang, tetapi fokus pada data geologi di wilayah tersebut. Hasil data geologi itu diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan arkeologis yang masih menjadi misteri Gunung Padang hingga saat ini.
Secara regional, wilayah Gunung Padang didominasi oleh batuan hasil kegiatan gunung api pada masa lampau. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan dilandasi pemahaman terhadap geologi gunung api purba.
Dalam penelitian ini, Bronto dan Langi menemukan wilayah Gunung Padang dan sekitarnya merupakan Gunung api purba Karyamukti yang usianya diperkirakan lebih tua dari era Pliosen (sekitar 2 juta hingga 5 juta tahun lalu).
"Gunung Padang dan sekitarnya merupakan Gunung api purba Karyamukti, yang sisa hasil kegiatannya membentuk satuan Breksi gunung api, batuan ubahan Argilik-kuarsa-pirit dan Silisifikasi-urat kuarsa-limonitik, serta Intrusi-kubah lava andesit basal Gunung Padang," tulis mereka dalam studinya.
Breksi atau Breccia sendiri merupakan batuan yang terdiri dari pecahan mineral atau fragmen-fragmen yang disatukan oleh matriks berbutir halus.
Keduanya menyebut satuan breksi gunung api berbentuk kerucut komposit, sedangkan satuan batuan lainnya berada di dalam fasies (tampilan kumpulan lapisan batuan) pusat Gunung api Karyamukti.
Wisata Lainnya
Daftar wisata di Cianjur lainnya